Senin, 11 April 2011

Sebuah perkawinan

Saya harus jadi penasehat perkawinan. Oooh... beratnya.Kalau melihat dari kesanggupan, saya tidak sanggup. Tapi apa boleh dikata. Ini terjadi pada orang yang dekat dengan saya. Saya berkewajiban menyelamatkannya. Posisi saya mau tidak mau hanyalah sebagai seseorang yang sedang mengingatkan, seseorang yang sedang peduli, seseorang yang ingin utuhnya rumah tangga jadi kebanggaan. Bagaimanapun, orang yang sudah menikah adalah orang yang seharusnya sudah memahami konsekuensi pertemuan sebuah perbedaan. Perbedaan adalah sebuah konsekuensi yang pasti ada. Pasti ada.

Perkawinan buat saya adalah sesuatu yang pantas dan wajib dipertahankan, sebuah komitmen yang harus kita ingatkan suatu ketika bahwa itu adalah janji suci. Urusannya dunia akhirat. Berat. Jangan main-main menghadapinya.

Perkawinan itu harus penuh komitmen untuk menyelamatkannya. Dan itu tidak bisa dilakukan hanya dari sebelah pihak. Coba saja bayangkan, jika kita egois dengan harus selalu mengusung keinginan kita, kasihan sekali suami atau istri kita. Begitu juga sebaliknya, jika kita ditakdirkan bertemu dengan orang yang merasa semua keinginannya harus selalu terjadi.

Sebenarnya saya ngeri membayangkan segala sesuatu dalam serunya perkawinan.
Untuk menikah saja, dulu perjuangan saya dan suami betapa panjangnya. Diawali dengan belum adanya pekerjaan tetap, kemudian bisnis yang bangkrut, dan berbagai kesusahan lainnya. Sekarang, setelah bertahun-tahun kita menyelamatkannya dengan berbagai perjuangan kita, haruskah kita melepaskannya begitu saja?

Jatuh bangun, susah payah, harusnya menjadi salah satu pengingat betapa kita sebenarnya sebuah tim yang kompak. Justru, bayangkanlah sebaliknya, jika semua terjadi mulus-mulus saja, tentu kita tidak akan terlatih bagaimana menghadapi berbagai cobaan.

Bertahun-tahun hidup bersama, semoga menjadi bekal untuk kita memahami pasangan hidup. Betapa egoisnya kita atau betapa egoisnya pasangan kita, semua kita yang tahu. Refleksikan saja dengan perasaan mengalah. Mengalah dalam rumah tangga adalah luar biasa pentingnya. Menjadi salah satu modal untuk bertahan.

Kunci yang berikutnya adalah menghargai pasangan lebih dari siapapun. Kita memang harus menghormati orang tua, orang lain, anak, tetangga, atau siapapun, tapi beri penghargaan lain untuk pasangan kita dengan tidak menjatuhkannya atau menempatkannya di bawah orang lain. Suami atau istri adalah orang yang spesial. Buat saya ini juga hal yang penting. Karena sampai setua inipun saya masih sering merasa tersaingi oleh keberadaan mertua atau anak atau bosnya suami atau siapapun yang ditempatkan lebih tinggi dari saya. Maka untuk keselamatan, tempatkan saya tinggi, berbeda dari tempat orang lain. Begitupun dengan pasangan, tempatkanlah di tempat yang tak terjangkau dan terganggu orang lain.

Dan yang terakhir, jangan lupa berdoa. Ada hal-hal yang kita tak bisa menghindar darinya. Misalnya ketika pasangan tak cinta lagi setelah apapun yang kita lakukan. Apa yang bisa perbuat? Berdoa adalah salah satu bentuk kepasrahan kita agar Yang Kuasa tetap menjaga keluarga kita. Berdoa adalah salah satu bentuk permohonan kepada Tuhan untuk ikut campur manjaga hati kita agar tetap penuh cinta. Berdoa adalah membiarkan Allah tetap menghunjamkan cinta pada hati kita masing-masing dan menjaganya utuh untuk keluarga kita. Bukan untuk orang lain.

Jangan selingkuh, bayangkan kalau orang yang kita cintai diperlakukan sama. Bayangkan jika itu terjadi sama anak perempuan kita, sama saudara perempuan kita, sama ibu kita...

Tidak ada komentar: