Senin, 06 Juni 2011

Sertifikasi yang luar biasa

Tahun kemarin adalah tahun yang disibuki oleh pengurusan berkas portofolio untuk sertifikasi. Bak bik bek alias dar der dor curi-curi waktu sana sini, menyelesaikan satu kepentingan ini. Lebih dari sebulan, alhamdulillah akhirnya kelar juga.
Biaya ratusan ribu keluar. Untuk inilah untuk itulah. Legalisir, foto kopi, transport ke dinas yang lumayan jauh...setelah ditotal-total sekitar Rp 500 ribu saya harus membayar biaya persiapannya hingga selesai.

Beberapa bulan kemudian, dengan deg-degan, akhirnya saya dinyatakan lulus portofolio tanpa PLPG. Syukurlah, karena PLPG dilaksanakan 9 hari. Berarti saya tidak perlu meninggalkan dua balita di rumah.

Setelah satu tahun berlalu, katanya sih, karena uang tunjangan sertifikasi akan cair, maka kami, termasuk saya, menjalani tahap verifikasi data pertengahan Mei kemarin. Semua perangkat pembelajaran dari silabus, prota, prosem, absense, daftar nilai, dikumpulkan.

Saya terdiam tak berdaya setelah ternyata harus mengampu minimal 24 jam untuk mata pelajaran ekonomi, sementara saya cuma punya 18 jam, sisanya adalah jam Leadership. Komplain kecil-kecilan sempat saya utarakan pada pengawas yang bertugas mengecek data saya.
Bagaimana tidak keberatan, saya mengampu 30 jam pelajaran ternyata hanya diakui 18 jam saja. Hanya pelajaran yang tertera di sertifikat pendidik. Tidak ada pemberitahuan sebelumnya, bahkan saya lulus portofolio dari UNJ. Lalu ?

Saya hampir putus asa, mengingat pengawas saya pun tak bisa berbuat banyak karena peraturannya demikian adanya. Saya jadi teringat sesuatu, 'apa yang bisa meluluskan saya dari pengecekan ini pak ?'...
"Bawakan saya surat keterangan bahwa ibu menjabat sesuatu senilai 12 jam".
Alhamdulillah, akhirnya setelah dua jam menunggu, ada teman membawakan surat tersebut.

Saya melirik setumpuk guru dengan masalah yang sama dengan saya. Beliau bilang, guru-guru ini harus datang ke kepala dinas untuk menanyakan nasibnya.
Hah?? Saya agak merinding mendengarnya. Bagaimana tidak ? Berbulan-bulan saya mendampingi suami memperbaiki data dirinya di dinas pendidikan dengan hasil nihil.

Begitulah, beratnya tugas saya sebagai guru di Indonesia dengan birokrasi yang luar biasa.

Kamis, 02 Juni 2011

Jalan Raya Setu Bekasi

Luar biasa jalanan yang setiap hari saya lewati ini. Parah luar biasa. Di kemarau, apalagi di hujan.

Jika kemarau alias tidak hujan, tampak jelas batu-batu besar selebar jalanan. Ada beberapa titik, lebih dari 5 titik keparahan sepanjang jalan Kp. Utan hingga Setu, sehingga setiap pengguna jalan wajib extra hati-hati, apalagi jika sehabis hujan dan air menggenangi jalanan yang penuh batu besar. Pengemudi harus menggunakan indra ke enam alias sekalian mengingat-ingat bagian mana yang bisa rada mudah dilalui.

Entah sampai kapan keadaan akan terus begini. Ditunggu berhari hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun...
Mudah-mudahan ke'ngehan sama pejabat yang berwenang. Mudah-mudahan tidak ada unsur nepotisme dan bau-bau korupsi.

Denger-denger orang ngobrol di angkot malah ceritanya tidak begitu.
Konon pemborongnya sudah ada, namun mengundurkan diri karena banyaknya preman berkedok karang taruna. Masa iya sih ?
Lah, yang pengen jalanan diperbaiki siapa, yang jadi preman siapa...
Mudah-mudahan itu hanya kabar burung...
Kalaupun benar, saya jadi pengen berpesan, jangan begitulah... sampai kapan jalanan kita akan seperti ini ?
Plis deh berlogika.